Sebuah
keharusan bagi setiap muslim untuk memperluas ajarannya kepada seluruh umat
manusia, tak terkecuali ustad Bejo yang rela meninggalkan kampung halamannya
dibawah kaki gunung Selamet yang begitu indah nan sejuk untuk berdakwah ke
Papua.
Dua
tahun lebih ustad Bejo berdakwah di daerah plosok Papua-sebuah daerah yang
sangat kental dengan adat istiadatnya dengan tipologi yang sangat keras-akhirnya
dia mampu membaur dengan masyarakat sekitar namun dia belum mampu menerapkan
syariat Islam secara total. Kendati hampir seluruh masyarakat daerah tersebut
sudah mau melaksanakan Shalat namun masih banyak syariat Islam yang belum bisa
diterapkan terlebih dalam hal pengharaman Babi. Bejo sangat kesulitan saat
memerintahkan mereka agar berhenti memakan Babi, karena itu sudah menjadi adat
yang sangat kental di daerah tersebut dan sangat sulit untuk dihilangkan. Bagi
masyarakat tersebut Babi sudah menjadi makanan sehari-hari layaknya kita makan
daging ayam setiap hari. Kalau Bejo langsung mengharamkannya sudah pasti dia
langsung di usir dari daerah tersebut bahkan mungkin saja dibunuh, karena sama
saja mengharamkan kita memakan daging ayam.
Berbagai
cara agar mereka berhenti memakan Babi, bejo selalu gagal. Setelah beberapa
hari merenung akhirnya dia mengingat asas al-Qur`an yang ada 4 dalam
kitab Tarikh Tasyri’ (karya Khudori Bek) dan Khulasah al-Tarikh
Tasyri’ (karya Abdul Wahab Khallaf) yakni Taqlil al-Takalif (meminimalisir Pembebanan), Rof’ul Kharoj (menghilangkan
kesulitan), Tadrij fi Tasyri’ (graduasi syariat) dan Muruna (elastis).
Salah satu contoh Tadrij fi Tasyri’ (graduasi syariat) adalah proses
pengharaman khomer, akhirnya dia mencoba menggunakan cara tersebut untuk
mengharamkan Babi.
Pada
suatu hari ada acara besar di daerah tersebut kemudian ustad Bejo mengisi
ceramah, dalam ceramahnya dia menjelaskakan surat al-Baqarah ayat 173:
إِنَّمَا حَرَّمَ
عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ
لِغَيۡرِ ٱللَّهِۖ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٖ وَلَا عَادٖ فَلَآ إِثۡمَ
عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ١٧٣
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging Babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Dalam
ayat di atas di jelaskan bahwa Babi merupakan salah satu sesuatu yang
diharamkan oleh Allah untuk dimakan, jadi kita tidak boleh memakan Babi. Ujar Ustad Bejo dengan nada layaknya seorang Da’I
profesional. Kalo Allah mengharamkan Babi, kami tidak akan bisa melaksanakannya
karena Babi bagi kami adalah makanan pokok yang tidak bisa ditinggalkan dan
juga ajaran nenek moyang kami dalam setiap ritual. Ungkap salah satu jamaah
dengan nada protes. Kemudian dengan santainya Ustad Bejo menjawab, tenang wahai
saudaraku, kata Babi (خِنزِيرِ) pada ayat di atas adalah Mudzakar (laki-laki/Jantan) jadi yang
diharamkan oleh Allah hanya Babi jantan saja, sedangkan Babi betina boleh
kalian makan. Mendengar jawaban ustad Bejo seluruh jamaahpun diam dan menerima
dengan lega.
Singkat
cerita, akhirnya masyarakat tersebut hanya memakan Babi betina, tanpa mereka
sadari lama kelamaan merekapun mengurani mengkonsumsi Babi, karena Babi betina
mulai habis dan tidak dapat berkembang
biak. Selang beberapa tahun merekapun terbiasa makan tanpa daging Babi dan pada
akhirnya mereka berhenti memakan daging Babi. Usaha ustad Bejopun berhasil.
#cerita
ini hanya fiktif, jangan ambil ceritanya tapi ambil pelajarannya. Semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar